Monday 10 June 2013

JURNAL PENELITIAN PERAN KELUARGA DALAM MEMBANTU MENUMBUHKAN SIKAP KEPEDULIAN SOSIAL PADA ANAK SD



BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan sesama manusia lain didalam menjalani kehidupannya. Berbeda dengan makhluk lainnya, seperti hewan misalnya, tanpa manusia lainnya manusia akan mati. Sejak dilahirkan, manusia merupakan individu yang membutuhkan individu lainnya untuk dapat bertahan dan melangsungkan kehidupannya. Seorang bayi yang baru dilahirkan membutuhkan seorang ibu yang dapat memberinya makan, melatih berjalan, dan melindunginya. Selain itu, manusia berbeda dengan hewan yang mempunyai kelengkapan fisik untuk dapat bertahan sendiri.
Fredman (1962:112) menyatakan bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak dilahirkan dengan kecakapan untuk “immediate adaptation to environment” atau kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan segera terhadap lingkungannya. Namun lebih dari itu, manusia diberi alat yang melebihi kekuatan fisik, yaitu akal, fikiran, dan perasaan yang tidak dimiliki makhluk lain.
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa manusia sejak dilahirkan telah membutuhkan manusia lainnya untuk dapat bertahan sehingga jika ia hidup sendirian akan mengalami gangguan kejiwaan. Dengan bergaul bersama manusia lainnya, ia akan merasakan kepuasan dalam jiwanya. Naluri manusia untuk selalu berhubungan dengan sesamanya ini dilandasi oleh alasan-alasan sebagai berikut:
1.      Keinginan manusia untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya (masyarakat)
2.      Keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekelilingnya
Keinginan-keinginan tersebut mendorong manusia untuk berinteraksi, beradaptasi dengan lingkungannya dengan menggunakan fikiran, akal dan perasaannya sehingga ia bertahan dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan yang lainnya disebut sebagai “gregariousness”. Oleh karena itu, manusia juga disebut sebagai “sosial animal”, yaitu “hewan sosial” yang mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama.
Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain, maka seyogyanya kita juga sukarela menolong atau memberikan bantuan terhadap orang lain. Perilaku menolong ini biasa disebut perilaku prososial  atau  kepedulian sosial.
Kepedulian sosial yang dimaksud adalah perasaan bertanggung jawab atas kesulitan yang dihadapi oleh orang lain di mana seseorang berdiam dan terdorong untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya (Lawang , 1994:181). 
Kepedulian untuk melakukan semua itu tidak bisa tumbuh begitu saja pada diri setiap orang, hal ini membutuhkan proses melatih dan mendidik. Di sini pola pengasuhan berperan sangat penting, terutama yang dilakukan oleh keluarga.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lingkungan rumah, peneliti menarik kesimpulan bahwa pada masa sekarang banyak peristiwa yang menunjukan berkurangnya sikap kepedulian sosial . Misalnya jika ada bencana atau tercemarnya lingkungan tidak ada rasa saling gotong royong, bahu membahu dalam upaya mewujudkan lingkungan yang bersih.
Usia anak SD adalah usia yang paling tepat untuk dikenalkan  sikap kepedulian sosial. Dalam hal ini lingkungan yang paling berpengaruh adalah keluarga, karena orang yang paling dekat selama kita beranjak besar dan paling sering kita temui adalah keluarga. Memiliki jiwa kepedulian sosial sangat penting bagi setiap orang karena kita tidak bisa hidup sendirian di dunia ini, begitu juga pentingnya bagi anak karena kelak mereka pun akan hidup mandiri tanpa orangtuanya lagi. Dengan jiwa sosial yang tinggi, mereka akan lebih mudah bersosialisasi serta akan lebih dihargai.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti akan melakukan penelitian di SD Negeri Cipari Desa Kebon Pedes Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi dengan menggunakan metode kuantitatif, untuk menganalisis apakah siswa di SD tersebut sudah memiliki sikap kepedulian sosial dan bagaimana peran keluarganya dalam menumbuhkan sikap kepedulian sosial.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dirumuskan permasalahan “Bagaimana peran keluarga dalam membantu menumbuhkan sikap kepedulian sosial pada anak SD ?” Masalah tersebut dijabarkan lagi dalam rumusan yang lebih khusus, sebagai berikut :
1.      Apa saja jenis-jenis kepedulian sosial yang bisa ditumbuhkan pada anak SD?
2.      Peran keluarga seperti apa yang dapat membantu menumbuhkan sikap kepedulian sosial pada anak SD?
3.      Bagaimana upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam menumbuhkan sikap kepedulian sosial pada anak SD?
1.3    Sistematika Penulisan
Pada bab awal kami membahas latar belakang masalah tentang kepedulian sosial, rumusan masalah yang kami tulis berupa pertanyaan seperti pada halaman 3, lalu pada bab selanjutnya diuraikan literatur  tentang kepedulian sosial menurut para ahli dan dilengkapi hipotesis atau dugaan sementara bahwa minimnya peran orangtua dalam menumbuhkan sikap kepedulian terhadap anak usia SD. Metodelogi yang kami gunakan adalah metode kuantitatif.
            Pada bab pembahasan, kami menjawab dan menjelaskan  mengenai apa yang ada didalam rumusan masalah, seperti pada halaman 27.
Dan didalam bab terakhir, kami mengemukakan kesimpulan mengenai jurnal yang kami buat dan dilengkapi dengan lampiran.



BAB II
REVIEW LITERATUR

2.1    Manusia sebagai Makhluk Sosial
Secara kodrati, manusia merupakan makhluk monodualistis, artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu bekerjasama dengan orang lain sehingga tercipta sebuah kehidupan yang damai.
Manusia sebagai makhuk sosial, artinya manusia sebagai warga masyarakat. dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Meskipun dia mempunyai kedudukan dan kekayaan, dia selalu membutuhkan bantuan manusia lain. Setiap manusia cenderung untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan bersosialisasi dengan manusia lainnya. Bahkan sejak lahir pun, manusia sudah disebut sebagai makhluk sosial.
Dr. Johannes Garang mengemukakan bahwa  makhluk sosial adalah makhluk berkelompok dan tidak mampu hidup menyendiri.
Makhluk sosial adalah makhluk yang memiliki kecenderungan menyukai dan membutuhkan kehadiran sesamanya sebagai kebutuhan dasar yang disebut kebutuhan sosial (Nana Supriatna)
Makhluk sosial adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya, saling membutuhkan satu sama lain. (Waluyo)
Makhluk sosial merupakan zoon politicon, yang berarti menusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan berinteraksi satu sama lain. (Aristoteles)
Makhluk sosial merupakan makhluk yang dalam kesehariannya sangat membutuhkan peran makhluk yang lainnya. (Momon Sudarma)
Makhluk sosial adalah makhluk yang tidak akan sanggup hidup sendiri, selalu bergantung pada orang lain dan apa yang dibutuhkannya dalam hidup juga dibutuhkan pula oleh orang lain. (Muhammad Zuhri)
Makhluk sosial adalah makhluk yang mustahil dapat hidup sendiri serta membutuhkan sesamanya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. (Deliarnov)
Makhluk sosial merupakan makhluk yang saling berhubungan satu sama lain serta tidak dapat melepaskan diri dari hidup bersama. (Liturgis)
2.2    Pengertian Kepedulian Sosial
Nilai – nilai sosial (social values) menurut  Kniker (1977:30) adalah sebagai berikut: Social values as the standards or rule of a society. This definition is abroad enough to encompass both the abstract (justice, honesty) and the specific (laws and virtues, such as punctuality. Advocates of this definition would see human beings as rule-following animals who basiccally wish to life in harmony with their fellow human beings.  
Menurutnya, nilai sosial sebagai suatu standar atau aturan dalam suatu masyarakat. Nilai tersebut bersifat abstrak, seperti nilai keadilan dan kejujuran, dan bersifat spesifik, seperti hukum dan kebajikan. Nilai–nilai sosial tersebut digunakan untuk mencapai kehidupan manusia yang harmonis.
Lee (2000:2) memberikan makna nilai-nilai sosial secara singkat yakni sebagai standar perilaku dalam masyarakat (social values are behavior standards of a society).
Sedangkan Raven (1977:220) memberikan makna yang lebih lengkap sebagai berikut: Sosial values are set of society attitude considered as a truth and it is become the standard for people to act in order to achieve  democratic and harmonious life. The values are used a standards to act and to construct a sincere relationship among the society.
Raven memberi penjelasan bahwa nilai-nilai sosial merupakan seperangkat sikap masyarakat yang dihargai sebagai suatu kebenaran dan dijadikan standar untuk bertingkah laku memperolah kehidupan masyarakat yang demokratis dan harmonis. Nilai sosial tersebut digunakan sebagai acuan untuk bertingkah laku guna menata hubungan sesama warga masyarakat secara sukarela.
Menurut Raven nilai-nilai sosial terdiri atas: (1)  kasih sayang (pengabdian, tolong menolong, kekeluargaan, kesetiaan, dan kepedulian); (2) tanggung jawab (rasa memiliki, disiplin, dan empati ) dan (3) keserasian hidup ( keadilan, toleransi, kerjasama, dan demokrasi ).
1.      Kasih sayang  (Loves)
Kasih sayang  merupakan kegiatan penjalinan hubungan batin terhadap sesama melalui pengabdian, tolong menolong, kekeluargaan,  kesetiaan, dan kepedulian (Raven,1977:228).
Pengabdian adalah rela berkorban demi kebaikan  bersama atau demi kepentingan umum, seperti memberi sebagian harta yang dimiliki untuk pembangunan sarana umum. Tolong menolong adalah turut memberikan bantuan kepada orang lain yang membutuhkan, contoh ikut membantu membiayai pengobatan tetangga yang sakit. Kekeluargaan adalah menjalin hubungan yang lebih akrab dengan orang lain, contohnya mengatasi masalah informal, akrab, suka sama suka. Kesetiaan adalah menjaga hubungan yang akrab  agar tidak retak, contohnya menjaga kesatuan antar warga di tempat tinggalnya.  Kepedulian adalah menaruh perhatian guna menciptakan kebajikan kepada orang lain, contohnya turut melakukan bakti sosial untuk menanggulangi bencana.
2.      Tanggung Jawab (Responsibility)
Tanggung jawab merupakan aktivitas melaksanakan sesuatu pekerjaan dengan penuh rasa memiliki, disiplin, dan empati (Raven,1977:229).
Rasa memiliki adalah menganggap sesuatu seperti miliknya yang perlu dijaga dan dipelihara, contohnya menggunakan sarana umum milik masyarakat dengan hati-hati. Disiplin adalah mematuhi aturan yang berlaku, contohnya datang ke undangan ulang tahun temannya tepat pada waktunya. Empati adalah turut merasakan perasaan orang lain dan bersedia mengatasi masalah, contohnya merasa terpanggil mengantarkan temannya yang sakit ke Puskesmas. 
3.      Keserasian Hidup (Life Harmony)
Keserasian hidup merupakan aktivitas menciptakan suasana kehidupan yang berkeadilan, toleransi, kerjasama, dan demokrasi (Raven,1977:230).
Keadilan adalah menegakkan keseimbangan hidup untuk memperoleh kebenaran, contohnya berani bertanggung jawab terhadap perbuatan yang benar. Toleransi adalah menghargai terhadap setiap perbedaan orang lain, contohnya menghormati teman yang berlainan agama, suku, atau golongan. Kerjasama adalah turut  bersama-sama memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat, contohnya gotong royong membersihkan tempat ibadah. Demokrasi adalah partisipasi dalam kegiatan masyarakat sesuai aturan, contohnya mengeluarkan pendapat  atau menghargai pendapat orang lain dalam rapat kelas menjelang perpisahan kelas enam.  
Beberapa pandangan yang telah dikemukakan Kniker, Lee dan Raven di atas, menunjukkan bahwa nilai-nilai sosial mempunyai fungsi sebagai standar dan acuan bertingkah laku dalam berhubungan dengan orang lain. Mereka yakin bahwa menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut, suasana kehidupan yang dicita-citakan dapat tercapai yaitu tatanan kehidupan yang demokratis dan harmonis. 
Kata sosial digunakan pada hubungan individu dengan yang lainnya dari jenis yang sama, atau sejumlah individu yang membentuk kelompok-lelompok yang terorganisir, juga tentang kecenderungan-kecenderungan dan impuls-impuls yang berhubungan dengan yang lainnya ( Hartini  dan Kartasaputra, 1992:382).
Dalam saling berhubungan tersebut muncul kepentingan umum yang harus dipecahkan bersama dan terjadilah tindakan sosial atau tingkah laku yang berhubungan dengan pihak lain atau social act (aksi sosial).  Tindakan ini dilakukan atas adanya dorongan yang berasal dari sikap sosial untuk melakukan suatu tindakan secara sadar yang menguntungkan pihak lain atau social attitude (Hartini  dan Kartasaputra, 383-384). Tindakan sengaja untuk memberi keuntungan atau mengatasi kesulitan yang ada pada orang lain didorong oleh rasa sesama manusia. Inilah yang menyebabkan timbulnya kepedulian sosial.
Doyle Paul Johson mengatakan bahwa kepedulian menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
Kepedulian sosial yang dimaksud adalah perasaan bertanggung jawab atas kesulitan yang dihadapi oleh orang lain di mana seseorang berdiam dan terdorong untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya (Lawang , 1994:181). 
 Kepedulian  sosial  yang lebih mendalam sifatnya adalah yang disebut empathy (Myers: 2003). “Empathy is able to feel what another feels” dan  “to rejoice, and weep with those who weep” 
Empati berasal dari bahasa Yunani pathos yang berarti ketertarikan fisik. Sehingga dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain, Artikel (2009). Tetapi menurut Artikel lain (2009) berpendapat bahwa empati merupakan perasaan yang mendalam dan kuat yang mendekati penderitaan. Dipihak lain empati justru dianggap sebagai salah satu cara yang efektif dalam usaha mengenali, memahami, dan mengevaluasi orang lain karena dimungkinkan seseorang masuk dan menjadi sama dengan orang lain. Dengan berempati seseorang bisa benar-benar merasakan dan menghayati orang lain termasuk bagaimana seseorang mengamati dan menghadapi masalah dan keadaannya. Singgih (1992:71).
Menurut Heinz Kohut, Empati adalah kemampuan untuk berpikir dan merasa diri ke dalam kehidupan batin orang lain.
Menurut Jean Decety, Empati adalah rasa kesamaan perasaan yang dialami oleh diri sendiri dan lainnya, tanpa menimbulkan kebingungan dan masalah antara dua Individu.
Nancy Eisenberg mengemukakan bahwa Empati adalah sebuah respon afektif berasal dari penangkapan atau pemahaman kondisi emosional orang lain atau kondisi lainnya, dan mirip dengan apa yang orang lain harapkan untuk merasakan. (2002, hal 135).
Greenson RR berpendapat bahwa untuk berempati berarti untuk berbagi, untuk mengalami perasaan orang lain. ( Sumber: Sutandar, R. R. 1960. Empati dan perubahan-perubahan tersebut. International Journal of Psikoanalisis. hal 418 )
Alvin Goldman mengemukakan bahwa Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri ke dalam mental orang lain untuk memahami emosi dan perasaannya.
Simon Baron-Cohen (2003) mengemukakan bahwa Empati adalah reaksi spontan dan terjadi secara alami yang masuk ke pikiran orang lain dan perasaannya, terdapat dua elemen utama untuk berempati. Yang pertama adalah komponen kognitif yaitu memahami perasaan orang lain dan kemampuan untuk mengambil perspektif mereka, elemen kedua empati adalah komponen afektif, ini adalah respon yang tepat untuk mengamati keadaan emosi orang lain.
Catur (Artikel, 2009) berpendapat bahwa empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan atau emosi orang lain. Empati dapat juga diartikan kesanggupan untuk turut merasakan apa yang dirasakan orang lain dan kesanggupan untuk menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Empati membuat manusia dapat turut merasa senang dengan kesenangan orang lain, turut merasa sakit dengan penderitaan orang lain, dan turut berduka dengan kedukaan oranglain.
Menurut Yuliasari (2009), kemampuan berempati ini termasuk kedalam bidang pengembangan sosial. Perbedaan sosial dan empati yaitu kalau sosial salah satunya difokuskan pada keterampilan berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal, sedangkan empati hanya difokuskan kepada kemampuan berkomunikasi secara non verbal.
Setiawati, at al. (2007 : 2) dalam Yuliasari (2009) mengungkpkan bahwa : empati berkenaan dengan sensitivitas yang bermakna sebagai suatu kepekaan rasa terhadap hal-hal yang berkaitan secara emosional. Kepekaan rasa ini adalah suatu kemampuan dalam bentuk mengenali dan mengerti perasaan oranglain. dalam kehidupan sehari-hari, sensitivitas terdapat pada kemampuan bertenggang rasa. Ketika tenggang rasa sudah muncul pada diri seseorang maka akan diikuti dengan munculnya sikap penuh pengertian dan peduli dengan sesama.
Setiawati, at al. (2007 : 2) dalam Yuliasari (2009) mengungkapkan juga bahwa tenggang rasa yaitu mengingat perasaan (hati) orang lain. Adapun indicator perilaku yang menunjukan sikap tenggang rasa dalam kajian ini yaitu meminta izin apabila meminjam sesuat dari orang lain, senang memuji teman, suka menolong teman, menghibur teman yang sedang menangis, menghargai hasil karya orang lain, bersikap sabar dan disiplin menunggu giliran.
Setiawati, at al. (2007 : 27-28) dalam Yuliasari (2009) mengungkapkan  juga bahwa peduli sesama biasanya disebut baik hati, ini terjadi ketika melihat suatu situasi atau keadaan orang lain dari sudut pandang orang tersebut dan bukan atas pandang dirinya sendiri. Adapun Indikator perilaku yang menunjukan sikap peduli pada teman dalam kajian ini yaitu meminjamkan mainan pada temannya, menunggu teman menyelesaikan tugasnya dan mau berbagi dengan teman.
Borba (2008 : 21) mengungkapkan bahwa empati adalah kemapuan memahami perasaan dan kekhawatiran orang lain. Begitu juga menurut Zuriah (2007 : 37) empati adalah untuk mengetahui dan dapat merasakan keadaan yang dirasakan orang lain. Seperti yang diungkapkan oleh Ibung (2009 : 132) bahwa empati yaitu kemampuan menempatkan diri pada posisi orang lain, untuk mengerti dan merasakan pemikiran serta perasaan orang lain.
Dari beberapa pengertian empati diatas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berempati adalah kemampuan seseorang untuk dapat berkomunikasi secara non verbal dimana anak dapat memahami dan merasakan perasaan yang dialami oran lain. Anak yang memiliki kemampuan berempati dapat merasakan perasaan orang lain dan mendengar keluhan temannya sehingga dapat bersosialisasi dengan siapapun dan dapat diterima dimanapun anak tersebut berada.
Dalam Kamus Besar Lengkap Bahasa Indonesia (2008 : 117, Yuliasari, 2009) dinyatakan bahwa empati adalah kondisi mental yang membuat seseorang merasa dirinya dalam perasaan yang sama dengan orang lain. Selain itu Hurlock alih bahasa oleh Tjandra dan Zarkasih (1978 : 262) mengemukakan bahwa empati adalah kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati orang lain. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Carkhuff (Budiningsih, 2004 : 45) empati adalah sebagai kemampuan untuk mengenal, mengerti, dan merasakan perasaan orang lain dengan ungkapan verbal dan perilaku, dan mengkomunikasikan pemahaman tersebut kepada orang lain.
Berempati tidak hanya dilakukan dalam bentuk memahami perasaan orang lain semata, tetapi harus dinyatakan secara verbal dan dalam bentuk tingkah laku. Tiap tahap dalam berempati menurut Gazda, dkk (1991 dalam Budiningsih, 2004 : 48) yaitu :
1.      Tahap pertama, mendengarkan dengan sesama apa yang diceritakan orang lain, bagaimana perasaannya, apa yang terjadi pada dirinya.
2.      Tahap kedua, menyususn kata-kata yang sesuai untuk menggambarkan perasaan dan siatuasi orang tersebut.
3.      Tahap ketiga, menggunakan susunan kata tersebut untuk mengenali orang lain dan berusaha memahami perasaan serta situasinya.
Dari berbagai pengertian empati tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berempati adalah suatu kemampuan seseorang dimana orang tersebut dapat mengerti perasaan orang lain dengan menempati posisi orang lain. Misalnya ketika ada seorang anak yang tidak membawa bekal ke sekolah saat makan bersama, maka ada salah seorang anak yang mengajak makan dan berbagi makannanya kepada anak yang tidak membawa bekal tersebut, karena anak yang membawa bekal dapat merassakan temannya bagaimana kalau keadaan tersebut berada dalam posisi dirinya sendiri.
Hoffman dalam Borha (2008 : 43-44) seorang ahli yang terkenal dalam pengembangan moral, meyakini bahwa anak-anak mengembangkan kemapuan berempati mereka dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :
1)      Tahap 1 : Empati Umum (bulan-bulan pertama kelahiran)
Seorang anak tidak dapat untuk membedakan dengan tegas antara dirinya dan lingkungannya, sehingga ia tidak dapat memahami penderitaan orang lain karena menganggap penderitaan itu sebagai bagian dari dirinya. Misalnya : Bayi berusia 6 bulan mendengar bayi lain menangis dan ikut menangis juga.

2)      Tahap 2 : Empati Egosentris (mulai usia 1 tahun)
Reaksi seorang anak pada anak lain yang sedang menerita perlahan-lahan mulai berubah. Dia sekarang memahami ketidaknyamanan orang lain sebagai bukan bagian dirinya. Misalnya : anak usia 2 tahun melihat ibunya menangis, lalu dia duduk disamping ibunya dan mengusap-usap tangan ibunya dengan lembut.

3)      Tahap 3 : Empati Emosional (Tahun-tahun pertama prasekolah)
Pada usia sekitar dua atau tiga tahun, seorang anak mulai mengembangkan kemampuan memerankan orang lain. Dia mengenali bahwa perasaan seseorang mungkin berbeda dari perasaanya, yang dapat dengan sangat baik mengetahui sumber-sumber penderitaan orang lain dan mencerminkan cara sederhana memberikan bantuan atau dukungan. Misalnya : ketika seorang anak tidak membawa bekal ke sekolah, ada anak lain yang membaginya.

4)      Tahap 4 : Empati Kognitif (tahun-tahun pertama sekolah dasar, mulai usia 6 tahun)
Pada tahap ini seorang anak dapat memahami persoalan dari sudut pandang orang lain, sehingga ada peningkatan dalam usahanya mendukung dan membantu kebutuhan orang lain. Kemampuannya menggunakan bahasa untuk membantu orang lain juga meningkat pesat. Misalnya : ketika ada seorang nenek membutuhkan bantuan untuk menaiki tangga, anak membantu nenek tersebut untuk menaiki tangga sehingga sampai ke tujuan dengan aman.
5)      Tahap 5 : Empati Abstrak (tahun-tahun akhir masa kanak-kanak, usia 10-12 tahun)
Pada tahap ini seorang anak dapat memperluas empatinya melampaui hal-hal yang ia ketahui secara pribadi dan mengamati langsung kelompok masyarakat yang belum perna ia temui. Misalnya : Ketika anak menonton TV, masyarakat Nabire mengalami kekurangan gizi. Anak merasa jika menyumbangkan uangnya, maka orang yang mengalami kekurangan gizi tersebut akan merasa lebih baik.
Memiliki jiwa kepedulian sosial sangat penting bagi tiap orang karena manusia tidak bisa hidup sendirian di dunia ini, begitu juga pentingnya bagi anak karena kelak mereka pun akan hidup mandiri tanpa orangtuanya lagi. Dengan jiwa sosial yang tinggi, mereka akan lebih mudah bersosialisasi serta akan lebih dihargai. Kepedulian sosial itu adalah sebuah tindakan. bukan hanya sebatas pemikiran atau perasaan. Jadi apabila kita melihat orang-orang korban bencana di televisi dan kita hanya bisa kasihan, itu adalah percuma karena apabila kita peduli maka kita harus bertindak. Karena sesungguhnya peduli itu tidak hanya tahu tentang sesuatu yang salah atau benar, tapi ada kemauan melakukan gerakan sekecil apapun.

2.3    Pengertian Keluarga, Ciri-ciri, dan Fungsinya
A.   Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit atau satuan masyarakat terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat.
Keluarga mempunyai 4 karakteristik yang memberi kejelasan tentang konsep keluarga
1.      Keluarga terdiri dari orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, darah atau adopsi. Yang mengiakat suami dan istri adalah perkawinan, yang mempersatukan orang tua dan anak-anak adalah hubungan darah (umumnya) dan kadang-karang adopsi.
2.      Para anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk suatu rumah tangga (household), kadang-kadang satu rumah tangga itu hanya terdiri dari suami istri tanpa anak-anak, atau dengan satu atau dua anak saja.
3.      Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan.
4.      Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas.
Dalam bentuknya yang paling dasar sebuah keluarga terdiri atas seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan ditambah dengan anak-anak mereka yang belum menikah, biasanya tinggal dalam satu rumah, dalam antropologi disebut keluarga inti. satu keluarga ini dapat juga terwujud menjadi keluarga luas dengan adanya tambahan dari sejumlah orang lain, baik yang kerabat maupun yang tidak sekerabat, yang secara bersama-sama hidup dalam satu rumah tangga dengan keluarga inti.
Emile Durkheim mengemukakan tentang sosiologi keluarga dalam karyanya : Introduction a la sosiologi de la famile (mayor Polak, 1979: 331). Bersumber dari karya ini muncul istilah : keluarga conjugal : yaitu keluarga dalam perkawinan monogamy, terdiri dari ayah, bibi, dan anak-anaknya. Keluarga conjugal sering juga disebut keluarga batih atau keluarga inti.
Koentjaraningrat membedakan 3 macam keluarga luas berdasarkan bentuknya :
1.      Keluarga luas utrolokal, berdasarkan adapt utrolokal, terdiri dari keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga batih atau inti anak laki-laki maupun anak perempuan
2.      Keluarga luas viriolokal, berdasakan adapt viriolokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga inti dari anak-anak lelaki
3.      Keluarga luas uxorilokal, berdasarkan adapt uxorilokal, terdiri dari satu keluarga inti senior dengan keluarga-keluarga batih atau inti anak-anak perempuan
Pengertian keluarga menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1.      Menurut Khairuddin (1997:3) merumuskan inti sari pengertian keluarga sebagai berikut:
a.       Keluarga merupakan kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
b.      Hubungan sosial diantara angota keluarga relatif tetap dan berdasarkan atas ikatan darah, perkawinan, dan atau adopsi.
c.       Hubungan antar angota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dan rasa tanggung jawab.
d.      Fungsi keluarga ialah merawat, memelihara dan melindingi anak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial.
2.      Menurut Kartono (1977:59) mengemukakan keluarga merupakan persekutuan hidup primer dan alami di antara seorang wanita, yang dekat dengan tali pekawinan dan cinta kasih.
3.      Reisner (1980) mengemukakan keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek.
4.      Logan’s (1979) mengemukakan bahwa keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang saling berinteraksi satu sama lain.
5.      Gillis (1983) mengemukakan bahwa keluaraga adalah sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai arti sebagaimana unit individu.
6.      Duvall mengemukakan bahwa keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
7.      Bailon dan Maglaya berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya, menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.
8.      Johson’s (1992) mengemukakan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.
9.      Lancester dan Stanhope (1992) mengemukakan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau yang berbeda dan saling mengikutsertakan dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.
10.  Jonastik dan Green (1992) mengemukakan bahwa keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang mempunyai dua sifat (keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi dengan anggota yang lainnya).
11.  Bentler et. Al (1989) mengemukakan bahwa keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai kebersamaan seperti pertalian darah atau ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian atau asuhan, tujuan orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.
12.  National Center For Statistic (1990) mengemukakan bahwa keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan dengan kelahiran, perkawinan atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah.
13.  Spradley dan Allender (1996) mengemukakan bahwa keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
14.  Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN (1992) mengemukakan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.

B.   Ciri-ciri Keluarga
1.      Ciri-ciri Umum Keluarga
Menurut Mac Iver dan Page dalam Khairuddin (1997:6) ciri-ciri umum keluarga adalah sebagai berikut:
a.       Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
b.      Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan dipelihara.
c.       Suatu sistem tata nama, termasuk perhitungan garis keturunan.
d.      Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
e.       Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga yang walau bagaimanapun tidak mungkin terpisah terhadap kelompok keluarga.
2.      Ciri-ciri Khusus Keluarga
Menurut Khairuddin (1997:7) ciri-ciri khusus keluarga adalah:
a.       Kebersamaan
b.      Dasar-dasar emosional
c.       Pengaruh perkembangan
d.      Ukuran yang terbatas
e.       Posisi inti dalam struktur sosial
f.       Tanggung jawab para anggota
g.       Aturan kemasyarakatan
Lembaga Keluarga
Ciri-Ciri Keluarga :
Keluarga umumnya bersifat universal, artinya yang namanya keluarga itu dimana-mana sama, yang mempunyai tugas antara lain :
1.      Mengontrol hubungan kelamin, dan tempat kelahiran bagi anak-anak yang sah.
2.      Kingsley Davis, dalam bukunya “Human Society” (1969) menyebutkan bahwa fungsi keluarga antara lain adalah reproduksi (mengatur keturunan), mengatur sistem penggantian, mendidik balita.

Tipe Keluarga :
1.      Keluarga dapat diklasifikasikan secara luas dalam hubungannya dengan pola hubungan keluarga.
§  Keluarga Konjugal (Conjugal Family) atau keluarga kecil (nuclear family) yakni keluarga yang terdiri dari ayah ibu dan anak-anaknya.
§  Keluarga Konsanguini (Consanguine Family) atau sering disebut keluarga besar (exstended family), yakni keluarga yang didasarkan atas hubungan darah (kakek-nenek, paman, keponakan, ).
Umumnya dalam setiap masyarakat berlaku kedua sistem kekeluargaan tersebut.
2.      Keluarga dapat juga digolongkan menurut bentuk perkawinannya.
§  Monogami (monogamy) yakni sistem kekeluargaan yang didasarkan pada satu suami satu istri.
§  Poligami (poligamy) yakni sistem kekeluargaan dimana seorang suami dapat mempunyai lebih dari satu istri atau sebaliknya. Kalau seorang suami mempunyai lebih dari satu istri disebut polyginy. Kalau seorang istri mempunyai lebih dari satu suami disebut polyandry.
§  Senogami (cenogamy) yakni sistem kekeluargaan yang membolehkan suami istri mempunyai lebih dari satu istri atau suami.
3.      Disamping sistem perkawinan, keluarga dapat juga dibedakan menurut tata cara pemilihan calon suami atau istri.
§  Endogami (Endogamy) menentukan bahwa seseorang harus memilih calon suami atau istri dalam kelompoknya sendiri.
§  Eksogami (Exogamy) menentukan bahwa seseorang harus memilih calon suami atau istri dari luar kelompoknya sendiri.
4.      Keluarga juga digambarkan menurut sumber otoritasnya.
§  Keluarga patriarkal (patriarchal) ditandai dengan kekuasaan dipihak laki-laki.
§  Keluarga matriarkal (matriarchal) ditandai dengan kekuasaan dipihak wanita.
§  Equalitarian adalah sistem kekeluargaan yang membagi kekuasaan sama antara laki-laki dan wanita.
5.      Turunan juga merupakan basis untuk membedakan sistem kekeluargaan.
§  Patrilineal adalah sistem kekeluargaan yang mengaitkan dengan garis turunan laki-laki.
§  Matrilineal adalah sistem kekeluargaan yang mengaitkan dengan garis turunan perempuan.
§  Bilateral adalah sistem kekeluargaan yang mengikat hubungan baik melalui garis turunan laki-laki atau perempuan.
6.      Tempat tinggal dapat juga dipakai untuk membedakan sistem kekeluargaan.
§  Keluarga Patrilocal, menggambarkan keadaan dimana pasangan bertempat tinggal pada keluarga atau desa tempat asal suami.
§  Keluarga Matrilocal, menggambarkan keadaan dimana pasangan bertempat tinggal pada keluarga atau desa tempat asal istri.
§  Keluarga Neolocal, menggambarkan keadaan dimana pasangan tinggal ditempat yang masih baru (tidak di desa keluarga laki-laki atau perempuan).
Disamping klasifikasi yang disebutkan di atas para ahli sosiologi juga membedakan dua konsep-konsep yang berorientasi pada perkawinan (family of procreation) yakni keluarga yang terbentuk dari suatu perkawinan dan diakhiri bila salah satu diantaranya meninggal; dan keluarga yang berorientasi pada kelahiran dan sosialisasi (family orientation) yakni keluarga tempat seseorang dilahirkan dan dibesarkan dan biasanya ikatannya terus menerus sepanjang masa kehidupannya.

C.   Fungsi Keluarga
Istilah keberfungsian sosial mengacu pada cara-cara yang dipakai oleh individu akan kolektivitas seperti keluarga dalam bertingkah laku agar dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya serta dapat memenuhi kebutuhannya. Juga dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dianggap penting dan pokok bagi penampilan beberapa peranan sosial tertentu yang harus dilaksanakan oleh setiap individu sebagai konsekuensi dari keanggotaannya dalam masyarakat. Penampilan dianggap efektif diantarannya jika suatu keluarga mampu melaksanakan tugas-tugasnya, menurut (Achlis, 1992) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi social tertentu berupa adanya rintangan dan hambatan dalam mewujudkan nilai dirinya mencapai kebutuhan hidupnya.
Keberfungsian sosial keluarga mengandung pengertian pertukaran dan kesinambungan, serta adaptasi resprokal antara keluarga dengan anggotannya, dengan lingkungannya, dan dengan tetangganya. Kemampuan berfungsi sosial secara positif dan adaptif bagi sebuah keluarga salah satunya jika berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya terutama dalam sosialisasi terhadap anggota keluarganya.
Pada dasarnya keluarga yang terbentuk dalam suatu masyarakat mempunyai fungsi yang  jelas. Keluarga terbentuk dari ikatan pertemuan antara seorang laki-laki dan perempuan yang pada akhirnya akan hidup dalam satu atap yaitu rumah tangga keluarga. Fungsi keluarga adalah sebagai berikut:
a.       Fungsi biologis
Keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologis orang tua adalah melahirkan anak. Fungsi ini merupakan dasar kelangsungan hidup masyarakat.
b.      Fungsi afeksi
Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh sebagai akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan.
c.       Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi ini menujuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi ini anak akan mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai di kehidupan masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya (Khairuddin 1997:48).
d.      Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga,  pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang
e.       Fungsi Agama
Fungsi keagamaan : memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

Pengertian keluarga juga dapat dilihat dalam arti kata yang sempit, sebagai keluarga inti yang merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk berdasarkan pernikahan dan terdiri dari seorang suami (ayah), isteri (ibu) dan anak-anak mereka. Sedangkan keluarga dalam arti kata yang lebih luas misalnya keluarga RT, keluarga komplek, atau keluarga Indonesia. (Munandar, 1985).
Keluarga menjalankan peranannya sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk karakter serta moral seorang anak. Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi anak. Berawal dari keluarga segala sesuatu berkembang. Kemampuan untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku yang menyimpang.
Keluarga merupakan payung kehidupan bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi seorang anak. Beberapa fungsi keluarga selain sebagai tempat berlindung, (Mudjijono, et al., 1995) diantaranya :
1.      Mempersiapkan anak-anak bertingkah laku sesuai dengan niai-nilai dan norma-norma aturan-aturan dalam masyarakat dimana keluarga tersebut berada (sosialisasi).
2.      Mengusahakan terselenggaranya kebutuhan ekonomi rumah tangga (ekonomi), sehingga keluarga sering disebut unit produksi.
3.      Melindungi anggota keluarga yang tidak produksi lagi (jompo).
4.      Meneruskan keturunan (reproduksi).
Menurut Kingsley Davis dalam Murdianto (2003) menyebutkan bahwa fungsi keluarga ialah :
a.       Reproduction, yaitu menggantikan apa yang telah habis atau hilang untuk kelestarian sistem sosial yang bersangkutan.
b.      Maintenance, yaitu perawatan dan pengasuhan anak hingga mereka mampu berdiri sendiri.
c.       Placement, memberi posisi sosial kepada setiap anggotanya, baik itu posisi sebagai kepala rumah tangga maupun anggota rumah tangga, atau pun posisi-posisi lainnya.
d.      Sosialization, pendidikan serta pewarisan nilai-nilai sosial sehingga anak-anak kemudian dapat diterima dengan wajar sebagai anggota masyarakat.
e.       Economics, mencukupi kebutuhan akan barang dan jasa dengan jalan produksi, distribusi, dan konsumsi yang dilakukan di antara anggota keluarga.
f.       Care of the ages, perawatan bagi anggota keluarga yang telah lanjut usianya.
g.      Political center, memberikan posisi politik dalam masyarakat tempat tinggal.
h.      Physical protection, memberikan perlindungan fisik terutama berupa sandang, pangan, dan perumahan bagi anggotanya.

2.4    Hipotesis
Keluarga kurang menyadari bahwa pembinaan kepedulian sosial pada anak sangat penting mereka hanya mengandalkan bimbingan dari sekolah yang mereka anggap adalah segalanya. Seharusnya  keluarga ikut berperan dalam membantu menumbuhkan sikap kepedulian sosial. Terlepas benar atau tidaknya akan di buktikan dari hasil analisis yang peneliti lakukan.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1    Metode Penelitian
Didalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu melaksanakan penelitian dengan cara yang sistematis, terkontrol dan empiris. Penelitian kuantitatif ini lebih menekankan kepada cara pikir yang lebih positif yang bertitik tolak dari fakta sosial yang bekerja dengan angka, yang datanya berwujud bilangan (skor atau nilai), peringkat, dan frekuensi, yang dianalisis dengan menggunkan statistik untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik. Dengan menggunakan metode kuantitatif peneliti dapat menyajikan hasil penelitian yang berupa data statistik yang mudah dipahami dan dapat digeneralisasikan pada keadaan dan kondisi yang berbeda.
Sugiyono (2008:13) menyatakan bahwa “Metode Kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.
Metode ini juga dapat dikatakan sebagai suatu penulisan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang objek yang diteliti pada saat penelitian berlangsung.
3.2    Populasi dan Sampel
A.   Populasi
Sugiyono (2001: 55) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002: 108).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD Negeri Cipari Desa Kebon Pedes Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi. Hal ini karena peneliti melihat umumnya sikap kepedulian sosial harus ditumbuhkan sejak dini. Dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.1. Populasi Responden
Kelas
Jumlah Siswa
Kelas 1
29
Kelas 2
24
Kelas 3
20
Kelas 4
25
Kelas 5
23
Kelas 6
26
Total
147

B.   Sampel
Sampel adalah “Bagian dari kumpulan objek penelitian atau populasi yang di pelajari dan diamati”. (Rakhmat, 2001:78).
Sedangkan menurut Hasan (2002:58) sampel adalah “Bagian dari populasi yang diambil malalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap dan dianggap bisa mawakili populasi”.
Nawawi (1997:44) menyatakan bahwa “Sampel adalah sebagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penulisan, sebagai individu yang diselidiki itu sebagai sampel dan contoh. Dan sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi yang menggunakan cara-cara tertentu”.
Dalam penarikan sampel maka jumlahnya harus representative untuk nanti hasilnya bisa digeneralisasikan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dalam penentuan jumlah sampel peneliti menggunakan rumus perhitungan Taro Yamane.
Kemudian jumlah sampel akan ditentukan dari populasi responden yaitu siswa SD Negeri Cipari Desa Kebon Pedes Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi, dengan nilai presisi 10%. Menggunakan rumus Taro Yamane ( Yamane, 1967; 99) :
            Keterangan:
            n          =  Jumlah sampel yang di cari
            N         =  Jumlah populasi
            d          =  Jumlah presisi 10% (0,10)

Sampel di ambil dari total populasi sebagai wakil dari populasi yang merupakan responden  SD Negeri Cipari Desa Kebon Pedes Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi. Dangan menggunakan rumus Taro Yamane, maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak:
                                                              = 59,5
Dari perhitungan tersebut, didapat hasil 59,9 orang, maka dibulatkan menjadi 59 orang. Jadi, jumlah sampel yang diteliti sebanyak 59 responden.
Penentuan jumlah sampel penelitian menggunakan teknik pengambilan sampel secara teknik Stratified Proporsional Random Sampling yaitu metode sampel dengan cara membagikan populasi kedalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata, dan kemudian sampel diambil secara acak dari tiap strata tersebut.
Alasan menggunakan teknik Sampling ini adalah untuk mempermudah peneliti dalam pengumpulan data melalui angket yang dibagikan.


Tabel 3.2. Pengambilan Sampel

Kelas

Jumlah Siswa
Sampel
Kelas 1
29
12
Kelas 2
24
10
Kelas 3
20
8
Kelas 4
25
10
Kelas 5
23
9
Kelas 6
26
10
Total
147
59

Pengambilan sampel dari masing-masing stratum :
1.      Kelas 1 = 29/147 x 59 = 11,63 = 12 ( dibulatkan keatas )
2.      Kelas 2 = 24/147 x 59 = 9,63 = 10 ( dibulatkan keatas )
3.      Kelas 3 = 20/147 x 59 = 8,02 = 8 ( dibulatkan kebawah )
4.      Kelas 4 = 25/147 x 59 = 10,03 = 10 ( dibulatkan kebawah )
5.      Kelas 5 = 23/147 x 59 = 9,23 = 9 ( dibulatkan kebawah )
6.      Kelas 6 = 26/147 x 59 = 10,43 = 10 ( dibulatkan kebawah )

3.3    Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan angket atau kuesioner untuk mengumpulkan data-data. Kuesioner atau angket merupakan suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang menjadi sasaran pertanyaan.
Sugiyono (2007:142) menyatakan bahwa “ Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya”.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung oleh peneliti berdasarkan jawaban responden. Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Angket atau kuesioner.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan angket dengan skala Dikotomi, skala dikotomi yaitu skala yang diperoleh secara langsung melalui kuesioner dengan menggunakan dua kategori “ Ya ” dan “ Tidak ” yang diberikan kepada setiap responden. Jenis pertanyaannya merupakan jenis pertanyaan kombinasi ( terbuka-tertutup), selain responden bisa memilih jawaban yang sudah tersedia, responden juga diberikan kesempatan untuk  memberikan jawaban lain.
Contoh pertanyaan yang peneliti gunakan dalam angket penelitian:
No
Pertanyaan
Ya
Tidak
Jenis
1
Apakah disekolahmu suka diadakan kerja bakti?


a)      Membersihkan halaman sekolah
b)      Membersihkan ruangan kelas
c)      Membersihkan lingkungan sekitar rumah

Uraian :


3.4    Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada tanggal 02 Februari 2013 sekitar pukul 08.00 – 09.00 WIB di SD Negeri Cipari Desa Kebon Pedes Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi.  

3.5    Analisis Data
Untuk mencapai sebuah kesimpulan atas data yang berhasil dikumpulkan maka proses yang dilakukan adalah penyusunan kriteria yang didasarkan pada data yang dikumpulkan dari hasil angket, yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.3. Hasil Angket
Pertanyaan
Bobot
Ya
Tidak
1
59
0
2
56
3
3
39
20
4
23
36
5
46
13
Total
223
72

Dari tabel diatas, dapat dihitung persentasinya sebagai berikut :
Untuk jawaban “Ya”  x 100% = 75,6%
Untuk jawaban “Tidak” =  x 100% = 24,4%

 
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang kami lakukan di SD Negeri Cipari Desa Kebon Pedes Kecamatan Kebon Pedes Kabupaten Sukabumi pada tanggal 02 Februari 2013, hasilnya 75,6% siswa menjawab “Iya” pada pertanyaan yang kami berikan, sedangkan sisanya yaitu 24,4% menjawab “Tidak”. Hal ini berarti di SD Negeri Cipari sudah ditanamkan sikap kepedulian sosial baik itu oleh sekolah maupun oleh keluarga. Jadi dapat dikatakan bahwa sekolah dan keluarga menyadari fungsinya masing-masing dan dapat berperan aktif dalam menumbuhkan sikap kepedulian sosial kepada anak.
4.1    Jenis-jenis Kepedulian Sosial yang bisa ditumbuhkan pada anak SD
Kepedulian sosial terdiri dari dua kata, yaitu “peduli” dan “sosial”. Peduli memiliki makna mengindahkan atau memperhatikan, sedangkan sosial mengandung makna suka memperhatikan kepentingan umum, suka menolong, menderma. Dengan demikian kepedulian sosial adalah sikap yang peduli atau memperhatikan kondisi sosial atau masyarakat atau kepentingan umum disekitarnya. Berikut ini beberapa sikap dan perilaku yang mencerminkan kepedulian sosial yang bisa ditumbuhkan pada anak SD:
1.      Membantu orang lain yang membutuhkan bantuan  
Tidak semua orang berkecukupan dan mampu memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, hendaknya saling membantu antara yang satu dengan yang lain. Membantu disini tidak harus berupa materi / uang, tapi bisa membantu tenaga dan pikiran. Misalnya siswa di ajak untuk belajar menyisihkan uang untuk saudara-saudaranya yang kurang mampu dan mereka sendiri yang membagikannya. Dengan hal itu ada multifungsi selain anak secara tidak langsung peduli pada sesama, tumbuh kesadaran bahwa ada orang lain selain mereka.
2.      Menjenguk orang sakit
Orang tidak selamanya sehat, sakit juga bisa menyerang siapa saja, tidak pandang bulu. Orang yang sakit membutuhkan bantuan dan dukungan orang lain baik bantuan materi maupun non materi ( doa dan motivasi).
3.      Membantu korban bencana alam
Indonesia termasuk Negara yang rawan bencana alam yang tentu menimbulkan korban. Korban bencana tentu membutuhkan bantuan kita semua, baik materi maupun non materi. Oleh karena itu kita hendaknya ikut membantu mereka semampu kita.
4.      Membersihkan lingkungan sekitar
Lingkungan yang kita tempati perlu dirawat agar tetap bersih dan rapi. Kebersihan lingkungan menjadi tanggung jawab kita sebagai warga. Oleh karena itu kita hendaknya ikut berpartisipasi dalam menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan.
5.      Ikut dalam kegiatan di masyarakat atau sekolah
Sebagai warga masyarakat, baik di rumah maupun sekolah sering ada kegiatan yang dilakukan bersama. Misalnya kerja bakti dan perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Orang yang memiliki kepedulian sosial akan ikut dalam kegiatan-kegiatan tersebut untuk mempererat jalinan antar warga dan membangun kepedulian sesama.
4.2    Peran Keluarga dalam Membantu Menumbuhkan Sikap Kepedulian Sosial Pada Anak SD
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Seperti yang dikemukakan oleh Muhammad Zuhri bahwa makhluk sosial adalah makhluk yang tidak akan sanggup hidup sendiri, selalu bergantung pada orang lain dan apa yang dibutuhkannya dalam hidup juga dibutuhkan pula oleh orang lain.
Didalam keadaan yang normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orangtuanya, saudara-saudaranya yang lebih tua, serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal serumah. Melalui lingkungan itulah si anak mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Melalui lingkungan itulah anak mengalami proses sosialisasi awal. Orang tua, saudara, maupun kerabat terdekat lazimnya mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak supaya anak memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik, Melalui penanaman disiplin dan kebebasan serta penyerasiannya. Pada saat ini orangtua, saudara maupun kerabat (secara sadar atau setengah sadar) melakukan sosialisasi yang biasa diterapkan melalui kasih sayang. Atas dasar kasih sayang itu, anak di didik untuk mengenal nilai-nilai tertentu, seperti nilai ketertiban dan ketentraman, nilai kebendaan dan keakhlakan, nilai kelestarian dan kebaruan, dan seterusnya.
Ketika manusia menyadari bahwa dirinya adalah makhluk sosial, maka akan melahirkan kepedulian sosial. Kepedulian sosial yang dimaksud adalah perasaan bertanggung jawab atas kesulitan yang dihadapi oleh orang lain di mana seseorang berdiam dan terdorong untuk melakukan sesuatu untuk mengatasinya (Lawang , 1994:181). 
Berjiwa sosial dan senang membantu merupakan sebuah ajaran yang universal dan dianjurkan oleh semua agama. Meski begitu, kepekaan untuk melakukan semua itu tidak bisa tumbuh begitu saja pada diri setiap orang karena membutuhkan proses melatih dan mendidik.
Dalam proses melatih dan mendidik ini, keluarga lah yang paling bertanggung jawab dalam menumbuhkan sikap kepedulian sosial kepada anaknya, terutama anak usia SD.
Peran keluarga dalam membantu menumbuhkan sikap kepedulian sosial dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pastinya lebih intensif bila dibandingkan dengan di sekolah, dikatakan lebih intensif dikarenakan dalam keluarga ada keterikatan antara anak dan keluarga. seperti yang dikemukakan Bentler et. Al (1989) bahwa keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai kebersamaan seperti pertalian darah atau ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian atau asuhan, tujuan orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.
Dalam keluarga, terjadi proses sosialisasi, yaitu proses pengintegrasian individu kedalam kelompok sebagai anggota kelompok yang memberikan landasan sebagai  makhluk sosial. Didalam keluarga itu terjadi proses pendidikan dalam arti proses “pendewasaan” dari individu yang tidak berdaya kepada calon pribadi yang mengenal pengetahuan dasar, norma sosial, nilai-nilai, dan etika pergaulan. Oleh karena itu, keluarga ini juga merupakan lembaga pendidikan bagi individu yang membawanya kedalam suasana yang makin mandiri. Keluarga sebagai keompok inti dalam masyarakat, sangat besar maknanya bagi tiap individu untuk menjadi makhluk sosial yang integratif sadar sosial.
Dikemukakan juga oleh Spradley dan Allender (1996) bahwa keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas. Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi sosialisasi, Fungsi sosialisasi ini menujuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak.
Hal inilah yang menjadi salah satu keuntungan,karena di sekolah guru terbagi dalam memberikan perhatiannya.
Peran keluarga yang dapat diterapkan dalam membantu menumbuhkan sikap kepedulian sosial pada anak SD salah satu contoh misalnya, jika kebetulan anak dan keluarga sedang menonton televisi bersama lalu ada berita tentang bencana alam yang ternyata mereka membutuhkan uluran tangan hendaknya si anak di beritahu bahwa mereka yang demikian itu membutuhkan bantuan dari orang lain, dengan begitu anak diajarkan untuk berempati, karena kepedulian  sosial  yang lebih mendalam sifatnya adalah yang disebut empati, seperti yang dikemuakan oleh Myers (2003), “Empathy is able to feel what another feels” dan  “to rejoice, and weep with those who weep” .
Melalui interaksi ini anak akan mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai di kehidupan masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadiannya (Khairuddin 1997:48).
Dari pengertian itu tergambar bahwa nilai empati yang dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, menyenangi apa yang disenangi orang lain dan sebaliknya ikut menangis apa yang ditangisi orang lain.  
4.3    Upaya yang Dapat Dilakukan oleh Keluarga dalam Membantu menunbuhkan Sikap Kepedulian Sosial  pada Anak SD
            Upaya yang dapat dilakukan keluarga dalam rangka membantu menumbuhkan sikap kepedulian sosial pada anak SD dapat dilakukan dari hal-hal yang sederhana, namun cukup berdampak pada tumbuhnya sikap kepedulian sosial pada anak. Misalnya peduli kepada teman sepermainan. Orangtua bisa mencontoh keluarga Lowther yang terletak di Burlington, Ontario, Kanada. Keluarga Lowther merayakan hari ulang tahun dengan cara yang sedikit berbeda.
Seperti pesta anak-anak pada umumnya, Lowther memberikan kado kepada anaknya yang ulangtahun. Namun, ada satu perbedaan besar pada acara perayaan ulang tahun di keluarga ini. Isi kadonya adalah pilihan kegiatan amal bagi anaknya.
Di keluarga Lowther, ketika Anaknya menginjak usia 7 tahun, Anak tidak akan lagi menikmati meriahnya pesta ulang tahun malah teman-teman anaknya akan diminta untuk membawa kado yang akan anaknya buka sebelum disumbangkan .  
Bahkan diwaktu ulang tahun yang akan datang keluarga Lowther melakukan kegiatan yang lebih serius yang menyangkut dengan hal kemanusiaan seperti misalnya menghibur anak-anak di rumah sakit atau anak-anak di berbagai belahan dunia yang membutuhkan makanan, tempat tinggal, bahkan pensil. Sangat penting bagi anak-anak untuk belajar bahwa tidak semua orang seberuntung mereka, dan bahwa mereka dapat membuat sebuah perbedaan.
Contoh lainnya adalah seorang ibu bernama Blakeley yang berprofesi sebagai seorang guru SMP. Dia  melakukan berbagai kegiatan penggalangan dana di sekolahnya, termasuk membantu anak-anak kelaparan, menyumbang buku-buku bekas, dan satu hari khusus untuk kontemplasi yang dilakukan setiap tahun untuk meningkatkan kepedulian terhadap anak-anak yang terabaikan di seluruh dunia.
Blakeley juga melakukan hal yang sama untuk pendidikan anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun. Ia mengumpulkan makanan kaleng pada hari Halloween untuk disumbangkan serta menyisihkan sepertiga dari uang jajannya setiap minggu untuk disumbangkan kepada badan amal pilihannya di akhir tahun.
Berikut ini adalah sepuluh cara untuk membuat anak mempunyai kepedulian sosial sambil menikmati kegiatan keluarga yang menyenangkan:
1.      Mengunjungi panti asuhan dan bermain bersama anak-anak di sana.
2.      Menyumbangkan mainan dan pakaian layak pakai untuk anak-anak yang membutuhkan.
3.      Mengajak  anak untuk menyumbangkan sebagian dari uang sakunya untuk amal
4.      Menolong anak yang kurang mampu yang berada baik di dalam maupun di luar negeri.
5.      Turut membantu kegiatan gotong royong yang ada di masyarakat.
6.      Menyumbangkan buku-buku ke perpustakaan atau rumah baca.
7.      Menyumbangkan makanan kepada orang lain.
8.      Menciptakan kebiasaan baru di keluarga dengan menjadi sukarelawan
9.      Ikut  membantu di tempat penampungan hewan.
10.  Turut serta dalam kegiatan gerak jalan, lari, sepatu roda, atau bersepeda untuk amal.
Upaya-upaya tersebut dapat dilakukan oleh keluarga kepada anaknya agar si anak ketika kelak dewasa ia akan mempunyai kecakapan sosial dan kecakapan personal.
Kecakapan sosial (social skill) diartikan sebagai kecakapan yang dibutuhkan untuk hidup (life skill) dalam masyarakat yang multi-kultur, masyarakat demokrasi dan masyarakat global yang penuh persaingan dan tantangan. Kecakapan sosial meliputi kecakapan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis dan kecakapan bekerjasama dengan orang lain, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar (Widoyoko, 2009: 212).  Menurut Anwar (2006: 30) kecakapan sosial mencakup kecakapan komunikasi dengan empati, dan kecakapan bekerjasama. Empati, sikap penuh pengertian dan seni komunikasi dua arah, perlu ditekankan karena yang dimaksud berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan pesan tetapi isi dan sampaiannya pesan serta dengan kesan baik yang akan menumbuhkan hubungan harmonis.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya kecakapan sosial perlu dikembangkan karena kecakapan sosial dibutuhkan untuk bekal hidup (life skill) dalam masyarakat yang multikultural. Sehingga dengan memiliki ketrampilan ini diharapkan anak SD dapat memiliki bekal untuk dapat bekerja dan berusaha yang dapat mendukung pencapaian taraf hidup yang lebih baik.
Kecakapan personal (personal skill) merupakan kecakapan yang diperlukan agar siswa dapat eksis dan mampu mengambil peluang yang positif dalam kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat cepat. Kecakapan personal diantaranya meliputi kecakapan berpikir kritis dan kreatif, kecakapan mengambil keputusan, kecakapan memecahkan masalah, percaya diri, memiliki etos kerja (Widoyoko, 2009: 213). Kecakapan memecahkan masalah tidak terlepas dari kecakapan mengambil keputusan karena memecahkan masalah berarti mengambil keputusan dari berbagai alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Menurut Anwar (2006: 29) kecakapan personal seperti pengambilan keputusan, problem- solving. Keterampilan ini paling utama menentukan seseorang dapat berkembang. Hasil keputusan dan kemampuan untuk memecahkan permasalahan dapat mengejar banyak kekurangannya. Menurut Majid (2008: 51) kecakapan diri (personal skill) mencakup penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, motivasi, berprestasi, komitmen, percaya diri, dan mandiri.

BAB V
KESIMPULAN

Ternyata dugaan peneliti salah, keluarga dan sekolah khususnya di SDN Cipari sudah menanamkan sikap kepedulian sosial sejak dini. Dalam hal ini keluarga murid juga ikut menerapkan kepedulian sosial, dengan kata lain antara sekolah dan keluarga saling bersinergi dalam menumbuhkan sikap kepedulian sosial pada anak. Hal ini disebabkan karena kehidupan sosial di masyarakat masih menjungjung tinggi sikap kebersamaan, hal itulah yang mempengaruhi terhadap tumbuhnya sikap kepedulian sosial pada anak. Namun, fenomena ini mungkin akan berbeda jika di tempat lain.


DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Rusmin Tumanggor. M.A, dkk. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana. 2010
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2007 (hal 386)
Prof. Dr. H. Nursid Sumaatmadja. Manusia dalam Konteks Sosial, Budaya, dan Lingkungan Hidup. Bandung : Alfabeta. 2012 (hal 31)
Winataputra, Udin S, dkk. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta : Universitas Terbuka. 2007 ( hal 4.3)
Astrid Wibisono, dalam: Brighterlife.co.id/2012/03/28/cara-membesarkan-anak-agar-memiliki-rasa-kepedulian/

No comments:

Post a Comment

Your My Place the Rest

Free Music Online
Free Music Online